Oknum Pendeta Gereja di Blitar Diduga Cabuli Empat Kakak Beradik di Bawah Umur

Advertisement 970x90 px

Oknum Pendeta Gereja di Blitar Diduga Cabuli Empat Kakak Beradik di Bawah Umur

Sabtu, 16 November 2024



FAKTA DESA, TANGERANG — detikhukum.id Seorang oknum pendeta gereja berinisial KBH, yang berusia 67 tahun, dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri karena diduga mencabuli empat anak di bawah umur. Keempat anak tersebut adalah kakak beradik dengan usia 16, 14, 12, dan 8 tahun.


Ayah dari keempat anak itu, yang ingin mendapatkan keadilan, meminta bantuan ke kantor pengacara Peradi Bersatu di PIK 2, Kosambi, Kabupaten Tangerang, pada Rabu petang, 13 November 2024.


Ayah korban mengetahui tentang pencabulan ini setelah putri sulungnya, yang berusia 16 tahun (kita sebut P), melarikan diri ke Kediri bersama temannya dan enggan kembali ke rumah. Saat ayahnya mencoba membujuknya untuk pulang dan menanyakan alasannya, P mengungkapkan bahwa ia merasa ayahnya tidak peduli dan mengaku telah dicabuli oleh pendeta KBH. “Papi jahat sama aku, papi gak peduli sama aku yang telah dirusak sama Abuna,” katanya.


Menurut P juga menjelaskan bahwa ia telah menjadi korban pencabulan berulang kali oleh pendeta KBH selama dua tahun, dari 2022 hingga 2024. Ia pernah ditawari handphone baru untuk berhubungan intim, tetapi menolak tawaran itu.


Mendengar pengakuan putrinya, ayahnya sangat terkejut dan emosional. “Saya bingung dan tidak percaya, karena yang dituduh adalah Romo yang dianggap sangat religius,” katanya. Ayah korban kemudian menanyakan langsung kepada pendeta KBH, yang akhirnya mengakui perbuatannya dengan alasan sayang kepada anak. 


Bahwa Pada 17 April 2024, pendeta KBH mengadakan sidang di gereja yang dihadiri oleh ayah dan istri korban serta beberapa pengurus gereja. Dalam sidang tersebut, pendeta KBH mengakui kesalahannya dan dijatuhi hukuman tidak boleh berdiri di mimbar selama tiga bulan. Namun, ayah korban dan P merasa tidak puas dan melaporkan kasus ini ke Polres Blitar.


Setelah dilaporkan, pendeta KBH berusaha menekan P untuk mencabut laporan dengan alasan menjaga nama baik gereja. Meskipun ayah korban awalnya mencabut laporan dan membuat surat perdamaian, ia merasa tidak puas setelah mengetahui bahwa tiga putri lainnya juga menjadi korban. Ia pun bertekad untuk melawan dan mencari keadilan bagi putrinya.


Saat ini, ayah korban dan keempat putrinya didampingi oleh 13 pengacara dari Peradi Bersatu. Ketua Tim Peradi Bersatu, Boy Kanu, mengatakan bahwa mereka merasa terpanggil untuk memberikan bantuan hukum kepada ayah dan anak-anaknya yang mengalami pelecehan seksual. “Kami akan mengawal kasus ini, mendesak Mabes Polri untuk menyelidikinya, serta melapor ke Komisi III DPR RI dan LPSK,” ujar Boy.


Menurut Boy, pelecehan seksual yang dialami oleh keempat korban terjadi berulang kali antara 2022 dan 2024, di berbagai lokasi termasuk ruang kerja pendeta, rumah pendeta, kolam renang, dan hotel di Kediri, Madiun, Magetan, Talaga Sarangan, dan Wonogiri. Pelaku, yang merupakan seorang pendeta dan pemuka agama berpengaruh di Blitar, seharusnya dilaporkan ke Mabes Polri agar proses hukum bisa berjalan dengan transparan. (*)